Selasa, 03 Februari 2015

Feed Additive

Feed Additive

        Feed Additive adalah bahan pakan tambahan yang diberikan pada ternak dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas ternak maupun kualitas produksi. Feed Additive merupakan bahan makanan tambahan pelengkap yang diberikan dengan beberapa tujuan diantaranya :    
  1. Memperbaiki kondisi fisik ransum, terutama yang dibuat pellet, baik dari segi warna  maupun tekstur ransum. Contohnya ialah bentonit. Warna dan tekstur ransum yang baik akan meningkatkan feed intake (nafsu makan, red) 
  2.  Memberikan aroma atau bau khas dari ransum (flavoring agent) sehingga palatabilitas atau rasa kesukaan terhadap ransum meningka   
  3. Memperbaiki atau meningkatkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi dari ransum. ( Murwani dkk 2002)

    Macam-macam Feed aditif antara lain :

PENGIKAT PELET
 Ketika kualitas pelet menjadi perhatian, indeks ketahanan pelet seringkali berasal dari bahan yang digunakan dan hal ini dipertimbangkan pada saat penyusunan ransum.  Ramsum berbahan utama jagung sulit untuk dibuat pelet dan biasanya untuk ransum ini memerlukan penambahan sintetik pengikat pelet yang umumnya berbentuk tepung dapat ditambahkan ke dalam ransum sebesar 5-12 kg/ton.  Contoh bahan pengikat pelet adalah natrium bentonit.  

BAHAN ANTI JAMUR
Negara tropis seperti Indonesia yang mempunyai kelembaban dan temperatur yang tinggi, jamur dan produk metabolismenya (micotoxin) merupakan problem utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi ternak.  Micotoxin yang dihasilkan oleh jamur aerobic maupun anaerobic selama penyimpanan seringkali tidak terdeteksi pada ransum.  Sejumlah bahan anti jamur telah tersedia secara komersial, dan hampir semua dari bahan anti jamur ini menggunakan bahan organik.  Mekanisme dari kerja bahan-bahan ini adalah penurunan pH dari pakan sehingga jamur-jamur tidak dapat tumbuh.  Harus diingat bahwa micotoxin yang sudah ada dalam pakan tidak dapat dihamcurkan oleh bahan anti jamur.  Contoh bahan-bahan anti jamur yang sering dipergunakan adalah asam propionat, asam asetat, asam sorbic yang umumnya berbentuk cairan.  Bahan-bahan ini dapat ditambahkan ke dalam ransum sebanyak < 1%.  Karena sebagian besar bahan-bahan ini bersifat korosif maka akhir-akhir ini telah muncul produk yang kurang korosif seperti ammonium proponat.  

PROBIOTIK
 Tidak seperti antibiotik, probiotik lebih memanfaatkan mikroorganisme hidup daripada produk-produk khusus dari metabolisme mereka.  Mikroorganisme asal bakteri yang seringkali dipergunakan sebagai probiotik adalah spesies Lactobacillus, Basillus dan Streptococus, sedangkan mikroorganisme asal jamur dan kapang yang seringkali dipergunakan adalah spesies Aspergillus, Rhizopus dan Saccharomyces.  Produk probiotik pada umumnya berbentuk tepung dan oleh karena itu pemanfaatannya dapat dicampurkan ke dalam ransum pada saat pemberian makan sebanyak kurang dari 1%.  

 ENZIM
 Banyak jenis enzim yang dijual komersial dan sudah diaplikasikan ke dalam ransum ternak.  Secara umum enzim-enzim ini dapat dikategorikan ke dalam enzim pemecah karbohidrat, protein dan lemak.  Akhir-akhir ini pemanfaatan enzim ke dalam ransum ternak dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kecernaan ransum.  Termasuk ke dalam enzim ini adalah enzim-enzim pemecah serat seperti enzim cellulase, ligninase dan hemicellulase.
Enzim phitase juga tersedia secar komersial, enzim ini akan memperbaiki penggunaan phitat-phosphor yang dapat dimanfaatkan oleh unggas muda, dan penambahan phitase telah terbukti menngkatkan penggunaan phitat-phosphor dan sekaligus juga dapat menurunkan ekskresi phosphor ke lingkungan yang dapat mengakibatkan polusi. 
Penambahan enzim ke dalam ransum memerlukan penanganan yang baik karena enzim pada umumnya tidak stabil pada suhu tinggi dan khususnya pada keadaan kelembaban yang tinggi.  Proses pembuatan pelet akan menghancurkan beberapa enzim. Akhir-akhir ini masalah di atas dapat ditanggulangi dengan menyemprotkan enzim setelah proses pembuatan pelet.
 
 PIGMEN
 Warna kuning ke orange pada jaringan tubuh unggas dan udang disebabkan oleh macam-macam pigmen karetinoid.  Pigmen-pigmen ini mengontrol warna kuning telur, warna tulang kering dan paruh dari ayam petelur.  Pigmenini juga mempengaruhi warna kulit dari unggas dan udang.  Xantophyl merupakan karetinoid yang terpenting dalam nutrisi unggas, dan bahan pakan alami yang kaya akan unsur-unsur ini adalah tepung alfafa dan corn gluten meal.  Karena banyak dari ahan alami yang kaya akan karetinoid mempunyai energi yang rendah, maka akan menjadi sulit untuk mencapai proses pigmentasi tinggkat tinggi pada daging unggas tanpa menggunakan sumber pigmen sintesis.  Canthaxanthin astaxanthin dan ß-apo-8-asam karoten dapat dipakai untuk membuat warna kuning pada kulit dan kuning telur unggas.  

 BAHAN FLAVOR
 Dibandingkan dengan ternak ruminansia dan manusia, unggas mempunyai cita rasa yang lebih sedikit.  Unggas hanya mempunyai 24 rasa dibandingkan 9000 rasa untuk manusia dan 25000 untuk sapi.  

 KONTROL BAU
 Bau feces ternak perlu dikontrol agar tidak mencemari lingkungan, produk seperti deodrase yang ditambahkan ke ransum sebanyak 100-150 g/ton telah menunjukan dapat menurunkan tingkat ammonia yang dikeluarkan ternak sebesar 20-30% dan sekaligus juga memperbaiki pertumbuhan dan menurunkan kematian ternak.  

BAHAN PENGONTROL CACING
 Lantai kandang dan padang penggembalaan sangat mudah untuk terinfeksi oleh bermacam-macam cacing. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan menggunakan anti cacing yang ditambahkan ke dalam ransum seperti piperazine dan hygromycin.  

 ANTICOKSIDIAL
 Anticoksidial telah dipakai dalam ransum unggas. Telah lebih dari 20 tahun, ionophere telah dipakai untuk menanggulangi koksidiosis. Dari segi nutrisi, pemakaian antikoksidial ini perlu diperhatian karena dapat mempengaruhi metabolisme pada keadaan tertentu. Monensin merupakan salah satu ion pophore yang sangat bermanfaat dalam menanggulangi koksidiosis.

Daftar Pustaka

Murwani, R., C. I. Sutrisno, Endang K., Tristiarti dan Fajar W. Kimia dan Toksiologi Pakan.
       2002. Diktat Kuliah Kimia dan Toksiologi Pakan. Fakultas Peternakan, Universitas
       Diponegoro, Semarang.